You and Me Together Forever

Posts Tagged ‘lukisan

030409-M57-foto corak-Ponco Lukis Sendiri_resizeModel baju wanita memang bermacam-macam. Dari selembar kain biasa pun bisa dijadikan baju bagi wanita. Salah satu model baju yang kini mulai digemari adalah ponco. Baju ini sekilas memang terlihat seperti jas hujan. Ya, memang model baju itu terinspirasi dari ponco atau jas hujan. Jahitannya pun sangat sederhana. Ponco ini terbuat dari kain segiempat yang hanya dijahit sekitar 10 cm pada sisi kanan dan sisi kiri yang berguna sebagai lengan baju. Uniknya lagi, ponco yang satu ini bermotif lukisan yang dilukis dengan tangan.

Ponco tersebut merupakan salah satu karya Hj. Sodjanah. Menurut Sodjanah, motif dalam ponco tersebut bisa dipesan sesuai dengan keinginan. “Saya melukis sendiri gambar dalam ponco ini,”ujar wanita berusia 76 tahun tersebut. Menurut Sodjanah, ponco tersebut biasanya digemari oleh kaum ibu karena modelnya yang unik serta dapat digunakan sebagai baju hangat. Ponco lukis sendiri itu bisa dengan mudah dipesan di Galeri Ikatan wanita Pelukis Indonesia (IWPI), Jalan Teuku Umar no 6, Bandung. Atau bisa juga mendatangi “dapur” ponco lukis sendiri untuk melihat langsung proses pelukisannya di Jalan Golf Timur 5 no 9, Bandung. (DEWI RATNASARI)

Tags:

Hadirkan Cahaya dalam Berbagai Sudut Pandang

310309-M57-foto ficer-Pameran Foto Jalan Cahaya_resizeDalam setiap kehidupan di bumi, kita tidak akan lepas dengan apa yang dinamakan cahaya. Walaupun malam datang, cahaya tetap selalu ada untuk menerangi bumi ini.

Inilah salah satu latar belakang pameran foto yang bertajuk “Jalan Cahaya” yang diadakan di Galeri Kita, Bandung, dari Senin (30/3) hingga Minggu (5/3). Pameran foto yang memajang 50 buah foto tersebut diadakan oleh komunitas Jendela Edukasi Pemotret (JePret), sebuah komunitas fotografi yang dirintis oleh mahasiswa Universitas Islam Bandung (Unisba). Fotografer yang ikut serta dalam pameran tersebut berjumlah 17 orang dan semuanya berasal dari komunitas JePret tersebut.

Menurut Rio Try Atmaja, Ketua Pelaksana pameran foto tersebut, pameran tersebut selain sebagai bentuk apresiasi dan eksistensi dalam berkarya juga ditujukan untuk memajukan dan menyemarakkan dunia fotografi di Bandung.

Tema “Jalan Cahaya” pun dipilih dengan alasan cahaya tidak bisa dilepaskan dari dunia fotografi. Cahaya merupakan unsur utama dalam fotografi sehingga tidaklah berlebihan bila seni fotografi dianggap sebagai teknik yang dihasilkan oleh para pelukis cahaya. Cahaya yang dimaksudkan bisa berupa cahaya matahari, cahaya bulan, cahaya bintang, atau bisa juga cahaya buatan seperti cahaya lampu, neon, blitz, cahaya lilin hingga lighting di dalam studio.

“Esensi fotografi adalah cahaya. Sedangkan jalan cahaya di sini diartikan bagaimana seorang fotografer mempersepsikan cahaya yang ada di sekeliling mereka untuk dapat dilukiskan dalam medium kamera sehingga menghasilkan karya seni yang indah,”ujar Rio.

Selain itu, “Jalan Cahaya” juga merupakan bagian dari ungkapan terimakasih seorang manusia pada Tuhan yang Maha Esa karena atas-Nya lah bumi yang sekarang ditempati berjuta manusia ini menjadi terang-benderang.

Rio juga menambahkan bahwa semua foto yang dipamerkan telah melalui proses kurasi yang dilakukan oleh kurator Oji Kurniadi, Galih Sedayu, dan Deni Sugandi.

“Sebelumnya foto yang masuk berjumlah sekitar 200-an foto namun dikurasi hinnga menjadi 50 foto. Kurasi ini tidak mematok konsep tertentu namun mencocokkan caption foto dengan konsep cahaya yang dimaksud fotografernya,”ujar Rio.

Foto-foto yang diambil di beberapa kota di Indonesia seperti Padang, Yogyakarta, dan Bandung tersebut benar-benar mengemas cahaya dengan segala bentuk dan keindahannya. Hal ini tampak pada salah satu foto yang berjudul “The Mistiqal of Prambanan” yang menampakkan indahnya Candi Prambanan saat disirami cahaya matahari.

Rio mengatakan bahwa fotografer bisa merekayasa cahaya yang ada sehingga menghasilkan sebuah gambar yang indah atau unik seperti halnya siluet atau bayangan. Hal ini terlihat dalam foto karya Rio sendiri yang berjudul Unni #1 yang mampu merekam sisi gelap dan misterius seorang wanita melalui artificial light dengan lighting di dalam sebuah studio.

Selain itu, ada pula foto yang dihubungkan dengan situasi yang sedang hangat saat ini yaitu Pemilihan Umum (Pemilu) 2009. Ini terlihat dalam foto karya “Jackson” Doddi Priadi yang berlokasi di Monumen Pancasila Bandung. Dalam foto tersebut, terlihat kamera membidik cahaya lampu di Monumen Pancasila pada saat perayaan tahun baru 2004. Cahaya-cahaya yang berwarna merah, kuning, dan hijau tersebut dilambangkan sebagai simbol-simbol partai politik yang ada di Indonesia pada zaman Orde Baru. (DEWI RATNASARI)

Pamerkan Lukisan dari Harga Ratusan Ribu hingga Seratus Juta

300309-M57-Foto ficer-Galeri Lukis Zola-Zolu_resizeLukisan memang suatu karya yang bisa digunakan seseorang untuk menyalurkan insprirasinya. Melalui lukisan inilah, seseorang tidak hanya bisa membuat karya yang menawan tetapi juga bernilai ekonomi yang tinggi.

Ya, peluang itulah yang dimanfaatkan Galeri lukis Zola-Zolu untuk memamerkan berbagai lukisan yang berasal dari berbagai pelukis berbakat serta tak jarang pula lukisan-lukisan yang ada di galeri tersebut dibeli dengan harga yang tinggi baik itu oleh seniman atau kolektor lukisan.

Menurut Padma, Bagian Pemasaran Galeri Zola-Zolu Cihampelas Walk (CiWalk), di galeri lukis yang berdiri sejak tahun 1998 tersebut ada sebanyak 19 pelukis yang tergabung di dalamnya. Galeri itu pun telah memiliki tiga tempat pamer di antaranya di Lantai 1 no 40A Ciwalk Bandung, Jalan Natuna 15 Bandung, dan di City Plaza Jakarta.

“Pusat Galeri Zola-Zolu sendiri berada di Jalan Natuna 15, Bandung,”ujar Padma

Padma menambahkan, di Galeri Zola-Zolu Ciwalk sendiri ada sekitar 109 lukisan dengan berbagai tema yang dihasilkan oleh 19 pelukis anggota galeri tersebut. Selain itu, kebanyakan pelukis yang bergabung dengan galeri tersebut adalah para pelukis muda dan sudah sering mengadakan pameran di luar negeri. Di antaranya adalah Nugroho Adi dan Agung Yuwono yang mengadakan pameran lukisan di Singapura pada bulan Oktober 2008 lalu.

Pelukis-pelukis yang tergabung dalam galeri tersebut berasal dari berbagai kota seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Ambarawa, Surabaya, dan Bali. Pelukis-pelukis tersebut di antaranya adalah Arifien Neif, Richard Winkler, Udin Antara, Nugroho Adi, Agung Yuwono, dan masih banyak lagi.

“Hampir semua pelukis adalah laki-laki. Hanya ada satu pelukis wanita yang bergabung yaitu Erika yang berasal dari Yogyakarta,”ujar Padma.

Selain memamerkan lukisan, galeri tersebut juga menjual lukisan-lukisan yang dipamerkan. Kisaran harganya pun bermacam-macam, dari yang seharga tiga ratus ribu hingga seratus juta. Lukisan seharga seratus juta tersebut adalah lukisan yang berjudul Going to The Temple at Tanah Lot, Bali karya John Van Der Sterren pada tahun 2004.

Padma juga mengatakan bahwa kebanyakan pelukis yang bergabung dalam galeri tersebut beraliran realis dan naturalis. Setiap pelukis yang memamerkan lukisannya di Galeri Zola-Zolu memiliki karakter masing-masing. Setiap karakter pelukis terlihat jelas dalam tiap lukisannya. Selain itu, lukisan-lukisan yang terpajang pun ditata berdasarkan pada pelukisnya sehingga terlihat jelas karakter di dalamnya.

Padma mencontohkan, lukisan-lukisan karya Ahmad Su’udhi yang memiliki ciri khas menggambarkan figur-figur anak kecil dengan bola mata yang besar-besar. Atau lukisan-lukisan karya Van der Sterren yang bertemakan pemandangan Pulau Bali.

“Van der Sterren juga memiliki karakter sendiri yaitu lukisannya memiliki garis yang tegas dan tidak terputus-putus. Lukisannya sepintas terlihat seperti lukisan anak kecil namun inilah yang membuat lukisan Van der Sterren bernilai hingga ratusan juta,”ujar Padma.

Selain memamerkan karya-karya dari para pelukis anggotanya, galeri tersebut juga sering mengadakan acara pameran lukisan khusus seperti pameran lukisan tunggal.

“Pameran tunggal yang baru saja dilaksanakan adalah pameran lukisan karya Van der Sterren pada bulan Mei 2008. Pada saat itu selain pameran tunggal, dilakukan pula launching buku karya Van der Sterren yang berisi karya-karya lukisannya,”ujar Padma. (DEWI RATNASARI)

200209-M57-foto feature-Perempuan dalam Bingkai Warna_resizeTubuh seorang perempuan meliuk di atas kertas berbingkai. Tumpukan lemaknya terlihat berlipat di sekitar perutnya. Di sampingnya, tubuh seorang perempuan tanpa pakaian meliuk dengan bebasnya. Wajahnya tidak terlihat namun lekukan-lekukan tubuhnya begitu jelas tergambar.

Itulah ilustrasi dari beberapa bingkai lukisan yang terpajang dalam pameran lukisan yang mengambil tema “Sikap Warna”. Lukisan-lukisan tersebut tertata rapi dalam pameran lukisan yang diselenggarakan di Galery Maranatha, Jalan Surya Sumantri no 65, Bandung.

Pameran lukisan “Sikap Warna” tersebut adalah pameran lukisan yang diselenggarakan oleh Grup Watukencana. Grup Wastukencana adalah kumpulan pelukis yang berada di bawah asuhan Yus R. Arwadinata. Pameran yang dimulai dari hari Rabu (18/2) hingga Rabu (25/2) itu menampilkan 48 karya lukisan dari delapan pelukis. Uniknya, delapan pelukis yang ikut serta dalam pameran ini semuanya adalah perempuan.

“Delapan pelukis yang ikut adalah para perempuan yang berasal dari Grup Wastukencana. Semuanya berasal dari berbagai umur dan profesi,”ujar Harry Santoso, penanggung jawab Galery Maranatha.

Sesuai dengan temanya yaitu “Sikap Warna”, semua lukisan yang terpajang dalam pameran tersebut mengekspresikan keberanian pelukisnya dalam mengeksplorasi berbagai warna di atas kanvas. Itulah sebabnya setiap lukisan memiliki karakter dan penggunaan warna yang berbeda-beda. Seperti misalnya dalam lukisan-lukisan karya Peggy Sunotoredjo yang semuanya bertemakan batu dan didominasi oleh warna-warna gelap seperti hitam dan abu-abu. Indrawati Halim yang tertarik dengan buah kelapa sebagai objek lukisannya. Kesemuanya itu memiliki maksud sendiri-sendiri.

“Itulah sebabnya pameran ini bertemakan Sikap Warna. Artinya masing-masing pelukis memiliki pandangan tersendiri terhadap warna yang tercermin dalam masing-masing karakter lukisannya,”ujar Harry.

Ekspresi Perempuan

Lukisan-lukisan yang terpajang dalam pameran lukisan ini sebagian besar mengekspresikan emosi perempuan sebagai pelukisnya.200209-M57-photo Feature-Perempuan dalam Bingkai Warna_resize Semua lukisan memiliki latar belakang masing-masing.

Luciana Wiyono, salah satu pelukis mengungkapkan bahwa inspirasi lukisan-lukisannya berasal dari pengalaman masa kecilnya hingga sekarang sebagai seorang perempuan. Oleh karena itu, banyak karya-karyanya yang menggambarkan anatomi tubuh perempuan yang semuanya ia beri judul Gesture.

“Perempuan itu adalah sosok yang unik. Dia bisa menjadi seorang yang dilindungi dan bisa juga menjadi tulang punggung,”ujar Luciana yang mengaku telah menyenangi dunia lukis sejak usia belia.

Karya-karya Luciana yang dipajang memang terbilang unik. semuanya menggambarkan anatomi tubuh perempuan tanpa disertai kepala.

“Dalam lukisan ini saya hanya ingin menampilkan bagaimana sesosok tubuh yang lemah bisa terlihat kuat. Inilah salah satu hal yang bisa saya lakukan untuk mengangkat perempuan,”tambah perempuan yang sedang menyelesaikan tugas akhirnya di Fakultas Seni Rupa dan Desain, Universitas Maranatha, Bandung ini.

Eksplorasi akan keunikan tubuh perempuan pun tidak hanya dieksplorasi Luciana dalam karya di atas kanvas. Ia juga membuat karya lain yang juga terinspirasi dari perempuan. Karyanya yang lain adalah berupa lima buah instalasi yang digarapnya dalam media resin di atas akrilik yang juga diikutsertakan dalam pameran ini. Ia memberi judul karyanya tersebut “Ketubuhan Perempuan”. Pada masing-masing instalasi pun ia beri judul yaitu “Gejolak”, “Enerjik”, “Optimis”, “Meditatif”, dan “Mistik”.

“Ketubuhan Perempuan itu adalah perjalanan hidup seorang perempuan dari ia muda hingga akhirnya menjadi tua. Di dalam karya-karya tersebut memiliki maksud sendiri-sendiri,”ujar perempuan yang juga pernah mengadakan pameran bersama Mary Foster Water Colour Workshop di Galery Hidayat itu.

Lain Luciana, lain pula Indrawati Halim. Semua lukisan yang dipamerkannya bertemakan buah kelapa.

“Saya sangat menyukai kelapa. Ada kedamaian tersendiri saat melihat kelapa. Selain itu, kelapa juga sangat bermanfaat. Makanya saya mendalami kelapa dan menuangkannya dalam lukisan saya,”ujar perempuan kelahiran Semarang ini.

Inspirasi melukis pun bisa datang dari mana aja. Yenna Tjahyadi, salah satu pelukis mengatakan, dalam salah satu karyanya yang berjudul “The Art of Forgiving”. Dalam lukisan itu digambarkan seorang perempuan berkerudung sedang bersimpuh dan mencium tangan orang lain yang sengaja tidak diperlihatkan wajahnya. Yenna mengaku mendapatkan insprasi lukisan tersebut dari tradisi bermaafan saat Hari Raya Lebaran.

“Dalam lukisan tersebut saya sengaja menonjolkan ungkapan bermaafan dan sungkem saat Lebaran yang memang unik dan mengandung makna bahwa setiap orang harus merendahkan hatinya. Tidak peduli ia lebih muda atau lebih tua,”ujar lulusan Manajemen Universitas Katolik Parahyangan ini.

Sambutan Hangat

Sambutan yang hangat pun diberikan berbagai pihak dalam pameran lukisan tersebut. Gai Suhardja, Dekan FSRD Universitas Maranatha pun memberikan sambutan menyenangkan atas tampilnya karya-karya perempuan-perempuan yang memang sebagian besar sudah berusia setengah baya. Oleh karena itu, Gai Suhardja menuangkan apresiasinya dalam pengantar kuratorial pameran “Sikap Warna” ini.

Selain itu, Rahman Yudha, dosen Jurusan Desain Interior Universitas Maranatha pun mengapresiasi lukisan-lukisan yang menurutnya memiliki nuansa yang segar dalam bermain warna.

“Jika diamati memang dari lukisan-lukisan tersebut keluar pribadi masing-masing pelukisnya. Dari segi desain pun kebanyakan lukisan juga memiliki elemen estetik yang unik,”ujar pria berambut gondrong ini.

Dari keunikan-keunikan yang tersembunyi ini, tak heran jika lukisan-lukisan tersebut diminati banyak kalangan. Dea Yovita, salah satu pengunjung yang juga mahasiswa Universitas Maranatha mengaku kagum dengan berbagai lukisan yang ada.

“Semuanya bagus dan berani bermain warna,”ujar mahasiswa jurusan Information Technology (IT) Universitas Maranatha itu.

Apresiasi pun tidak hanya berasal dari para pengunjung. Wakil Gubernur (Wagub) Jawa Barat, Dede Yusuf pun mengaku tertarik dengan salah satu lukisan yang ada.

Mengukir Prestasi dengan Dana Mandiri

Bangunan itu tampak sepi. Di sampingnya hanya terlihat tiga anjing yang menjaganya. Namun ketika masuk ke dalamnya, kita akan melihat karya-karya indah yang bernilai luar biasa. Karya-karya itu terpanjang di setiap dinding bangunan yang dari luar tampak terlihat sepi itu.

120309-M57-Ficer-Mengukir Prestasi dengan Dana Mandiri 1_resizeYa itulah gambaran singkat Galeri Ikatan Wanita Pelukis Indonesia IWPI) cabang Jawa Barat. Galeri yang terletak di Jalan Teuku Umar no 6, Bandung tersebut memang sehari-hari tampak sepi. Hanya ada beberapa orang yang berkunjung dan itupun untuk kursus melukis pada sore hari. Sementara itu, pengunjung yang sengaja datang untuk menikmati indahnya lukisan-lukisan di dalamnya memang sangat sedikit, bahkan bisa dihitung dengan jari.

Menurut Ammy S. Kandi, Sekretaris IWPI  cabang Jabar, sehari-hari memang galeri tersebut sepi pengunjung.

“Biasanya ramai kalau ada acara-acara tertentu seperti pameran lukisan atau lomba-lomba,”ujar Ammy S. Kandi.

Ammy menuturkan bahwa galeri tersebut merupakan galeri yang digunakan untuk mewadahi lukisan-lukisan para anggota IWPI. Di dalamnya tercatat ada sekitar 80 lukisan yang dipamerkan. Tidak hanya itu, lukisan-lukisan tersebut pun dijual jika memang ada yang ingin membelinya.

Galeri yang berdiri sejak dua tahun yang lalu itu pun sehari-hari juga mengadakan kursus melukis seperti chinese painting, melukis di atas kanvas, melukis di atas kain, dan membatik.

“Semua kegiatan tersebut dilakukan untuk menyemarakkan geleri ini. Supaya semakin banyak orang yang berkunjung ke galeri ini,”ujar Ammy.

Ammy juga menambahkan bahwa sebelum berdiri sendiri, lukisan-lukisan karya anggota IWPI dipamerkan di Bale Seni Barli.

Di balik galeri yang terlihat sederhana ini ternyata banyak tersimpan karya-karya indah yang tak ternilai harganya. Ammy mengatakan bahwa lukisan-lukisan yang terdapat di dalam galeri tersebut bernilai dari harga Rp 1 juta hingga ada yang bernilai Rp 12,5 juta.120309-M57-Ficer-Mengukir Prestasi dengan Dana Mandiri 2_resize

“Semua biaya perawatan lukisan-lukisan tersebut kami peroleh dari uang kas dan iuran anggota IWPI. Ya walaupun minim, tapi sampai saat ini kami masih bisa bertahan,”ujar Ammy.

IWPI sendiri merupakan organisasi pelukis wanita yang berdiri dari tahun 2000 dan saat ini telah memiliki anggota sebanyak 137 orang. IWPI Jabar yang dipimpin oleh Nakis Barli tersebut juga aktif mengadakan pameran-pameran lukisan. Tercatat beberapa kali pameran untuk kepedulian sosial telah dilakukan bahkan pada tahun 2004 IWPI sempat meraih penghargaan rekor muri dalam rangka melukis bersama 100 wanita sepanjang 100 meter dalam waktu 100 menit di Bale Seni Barli.

Walaupun memajang banyak lukisan dari para pelukis yang telah mengukir prestasi, galeri lukis IWPI sampai saat ini masih merangkak untuk merebut perhatian wisatawan di Bandung. Selain itu, galeri tersebut juga memiliki kendala kepegawaian.

“Kini kami tidak bisa buka setiap hari karena kekurangan orang yang menjaga galeri ini. Kami hanya bisa buka dari hari Senin sampai Sabtu saja,”ujar Ammy.

Ammy dan para anggota IWPI memiliki harapan yang tinggi terhadap keberadaan galeri IWPI tersebut. Ia ingin agar suatu hari nanti galeri IWPI menjadi terkenal dan dikunjungi banyak wisatawan baik itu dari dalam ataupun luar negeri.

120309-M57-Ficer-Mengukir Prestasi dengan Dana Mandiri 3_resize“Kami ingin galeri seni ini menjadi salah satu tempat tujuan wisata bagi orang-orang yang berkunjung ke Bandung. Jadi, orang-orang tidak hanya datang ke Bandung untuk belanja tetapi juga berkunjung untukmenikmati lukisan di galeri IWPI,”ujar Ammy yang mengaku telah melukis dari tahun 1986 itu.

Ammy juga mengakui bahwa selama ini permerintah baik itu dari Pemerintah Kota maupun dari Pemerintah Provinsi belum memberikan perhatian khusus terhadap galeri tersebut.

“Kami juga ingin pemerintah memberikan perhatian atau bantuan terhadap eksistensi galeri ini agar orang-orang dari luar kota bisa datang berkunjung ke sini. Bantuan itu tidak harus materi tapi bisa juga bantuan promosi,”ujar Ammy.

Untuk mewujudkan harapannya tersebut, Ammy dan rekan-rekannya di IWPI mengadakan beberapa kegiatan untuk menarik minat orang, di antaranya mengadakan kursus-kursus melukis dan kegiatan-kegiatan sosial.

“Kami ingin orang datang ke sini setiap hari, bukan saat ada pameran saja,”ujar Ammy. (DEWI RATNASARI)